Lihat judulnya, kupikir itu judul terkeren tulisanku. Selama mencinta, bertahan, melepas, dan mengikhlaskan segala macam kamu sebagai satu-satunya obyektivitasku.
Aku pernah memperjuangkanmu. Hingga sampai pada kondisi saat aku harus tau diri; dirimu bukanlah satu-satunya cita dan cinta yang bisa kumiliki. Karena memaksakan kehendakku juga tidak baik. Aku tidak ingin menjadi penyebab segala ketidak-karuan dalam hidupmu dengan banyak orang. Aku tidak ingin menjadi penyebab sebuah rintik hujan dari sepasang bola mata 'si cantik-mu yang sekarang'. Tidak, itu tidak baik.
Aku pernah sekuat tenaga mempertahankan. Hingga sampai aku menemukan sebuah teori mengesalkan.. bahwa rasa bersalah dan rasa cinta itu berbeda. Selama ini aku mencari-cari jawaban atas apa yang sebenarnya kuinginkan;
mengharapkanmu kembali atau mencari penggantimu,
merindukanmu atau melupakanmu,
mengejarmu atau melepaskanmu.
Aku seperti berlari dalam sebuah lingkaran, tak kutemui ujung atau pangkal. Aku menyadari belakangan. Bukan hidup seperti ini yang kuinginkan.. sia-sia.
Ketiga kalinya, aku pernah memilih baik-baik saja. Kepergianmu mati-matian bukanlah masalah. Dan kedatanganmu kupercayai tidak pernah ada. Luka ini tidak pernah terjadi. Kamu bukan siapa-siapa. Aku sanggup menuntaskan seluruh baris puisi dan ceritaku tanpa harus ada kamu. Aku sanggup tersenyum semanis dan tertawa selebar yang kubisa tanpa akibatmu.
Tapi sial, hatiku berkhianat lagi. Sial kamu kembali hadir seperti layang-layang yang kutarik kembali agar tidak melayang pergi. Sial kamu kembali menjadi subyek, predikat, dan obyek sebuah naratif kepalaku dari pagi ke pagi.
Mungkin karena aku tidak benar-benar melupakanmu? Tidak. Jauh di dalam salah satu sudut hatiku, kamu tidak pernah pergi. Tapi jauh dalam realisasi kehidupan nyataku, kamu tidak pernah kembali. Emm.. bila memang kamu bukan jodohku, aku bisa apa ya?
Modisty