Ketika dua pasang tangan menepuk bahuku.
Air mataku seperti ter-pause dan dengan gerakan sangat slow motion kepalaku bergerak berpaling. Dua senyum tanpa basa-basi merengkuhku dengan paksa dan menampar pipiku kuat-kuat,"BANGUN!" katanya, "dunia tidak berakhir di setiap kau merasa sesak dan kehilangan kepercayaan pada matahari"
Aku
menampik uluran itu berkali-kali. Memalingkan wajah dan menggeleng
kuat-kuat dengan teriakan super kencang kepada dua makhluk Tuhan yang
datang tanpa membawa
sepucuk undangan ditangan. Aku tidak mempercayainya. Bersikuku bahwa hidupku sama saja seperti dalam kepalaku. Hidupku menjadi hal persetan selepas Mama pergi dan tiada lagi sebuah organisasi atas 'Ayah, Ibu, Kakak, dan Adik'. Aku memilih meyakini tiada lagi hati yang bisa kupercayai. Segalanya bodoh, cinta juga bodoh.
sepucuk undangan ditangan. Aku tidak mempercayainya. Bersikuku bahwa hidupku sama saja seperti dalam kepalaku. Hidupku menjadi hal persetan selepas Mama pergi dan tiada lagi sebuah organisasi atas 'Ayah, Ibu, Kakak, dan Adik'. Aku memilih meyakini tiada lagi hati yang bisa kupercayai. Segalanya bodoh, cinta juga bodoh.
Tapi
dua pasang mata itu.. seakan-akan menelanku bulat-bulat, membakarku
hidup-hidup, dan membuatku tersadar bahwa dunia masih berputar, langit
tetap biru, dan bunga-bunga tak selamanya layu. Dua hati yang membawaku
pergi dari dunia yang selama ini kubuat sendiri, mereka menghancurkan
dinding besar yang menjadi pembatas antara aku dan bahagiaku. Dua super
sahabat itu.. atau bolehkah kusebut sebagai malaikat?
Modisty
Tidak ada komentar:
Posting Komentar