Label: ,

Puisi Untukmu, Hati


Tiada yang lebih kucintai daripadanya, dulu
Berlari aku mencoba meraihnya
Teriak kupanggil namanya
Nyatanya memang sia-sia
Langkah ini bahkan tidak mendekat satu sentimeterpun
Suara ini tidak didengar
Lalu aku menjelma menjadi manusia super
Tidak peduli berapa pasang tangan yang menahan langkahku,
berapa pasang mata yang melotot galak,
dan mulut-mulut yang berbaik hati menyadarkan aku
Mengenai bintang yang tidak mungkin tergapai
Arus yang tak mungkin ku lawan
Semua berawal padanya
Juga berakhir olehnya
Sembilan puluh hari menyusuri lorong waktu
Tak membawa kita kemana-mana
Nyatanya memang sia-sia
Hingga aku paham, semua ini bukan untuk disadari
Tapi untuk kumengerti
Bahwa satu-satunya hati yang kujaga, sudah melarikan diri
Dan tangan yang berusaha kugenggam, telah lama melepaskan
Ini puisi untukmu, Hati
Maafkan tuanmu yang bodoh ini
Maafkan masa lalu kita
Maafkan yang tidak tergenggam
Ini puisi untukmu, Hati
Lekas sembuh dan berbahagia kembali.


Banjarbaru, 6 Juli 2015
A. Modisty

3 komentar
Label: ,

Kepada Yang Tak Tersentuh

Kepadamu yang pernah ada, tidak pernah bosan aku memikirkan bagaimana cara berdamai padamu dan masa lalu. Kita memang tidak bertarung sampai berdarah-darah, tapi luka ini nyata dan pernah ada, bahkan masih. Kita memang tak saling benci, tapi diammu jauh lebih menyakitkan. Mungkin ada hal yang tidak kupahami di masa lalu, pun beberapa persoalan yang belum kau tahu. Mungkin masa-masa itu hanya pantas untuk dilupakan, mungkin bahagia yang pernah terasa hanya pantas disingkirkan, dan senyum di bibirmu yang pernah kusebabkan, mungkin telah tuntas kau hapuskan.


Tapi percayalah, tidak sedikitpun kenangan bersamamu yang sanggup kubuang.


Mata ini memang tak lagi basah. Hati ini jauh lebih dewasa. Tapi maafkan bila jemariku tak bisa berhenti menuliskanmu. Karena sungguh, sudah sejauh inipun kamu masih menjadi buah pikirku.


Kamu inspirasi.


Kepadamu yang tak tersentuh, aku geli membayangkan bagaimana bisa seperti ini. Dulu kita sanggup menghabiskan malam hingga pagi tiba. Kita pernah bersikeras menolak kantuk. Kita pernah lupa bagaimana caranya berhenti berbicara. Kita tidak pernah bisa menghabiskan kopi tanpa menunggu matahari menyapa lagi. Malam semakin melarut, sementara tawa tak mau surut. Kita lupa diri, bahwa perpisahan bisa terjadi kapan saja.


Kepadamu yang tak tersentuh, bolehkah aku tertawa? Bahwa untuk sekadar bertanya kabarpun aku tidak tahu caranya. Ini lucu, benar-benar lucu.


Kepadamu yang benar-benar tak bisa kusentuh, jemari ini memang takkan bisa berhenti menulis, doa-doa pun tak bosan mengiringi setiap langkahmu, aku akan selalu menjadi yang paling mengaminkan setiap harapanmu.


Masa bodo apakah perasaan ini masih ada, aku hanya mementingkan bahwa kamu yang pernah kusyukuri kehadirannya, kamu yang pernah ada, walaupun kini menjadi yang paling tak bisa kusentuh lagi.


Selamat berbahagia, sekali lagi yang tak tersentuh.


Banjarbaru, 6 Juli 2015


A. MODISTY

3 komentar
Label: ,

A Little Shitly Sweet Thing

Sebenarnya apa telah terjadi?
Selain aku mengakui dosa-dosaku, selain hal bodoh yang kulakukan padamu, selain kamu yang tiba-tiba pergi tanpa penjelasan dan kata-kata lain, apa yang sebenarnya terjadi tiga puluh enam bulan yang lalu?
Aku memang bersalah, aku bedebah pertama di antara kita. Aku mengakui dosaku, dan mengakui ini semua pantas ku terima. Tapi apa harus sesakit ini? Harus sepedih ini yang kudapatkan? Dan bukankah setiap manusia mudah bahkan pandai melakukan kesalahan? Dalam mencintaimu, aku seperti harus selalu benar.
Aku bukan Cinderella, gadis baik hati dan tulus hatinya. Yang tidak pernah melakukan kesalahan, yang selalu tampak sempurna dan pantas untuk pangeran. Aku hanya gadis yang belum seberapa dewasa, untuk tahu apa yang baik ku lakukan dalam sebuah cinta. Aku bukan siapa-siapa dalam hubungan ini, bahkan tidak untuk pangeran. Dan kamu, bukankah kamu juga bukanlah seorang pangeran?
Aku tahu, sadar, dan sekali lagi aku mengakui kebodohanku. Memperlakukan mu bukan sebagai kekasih yang semestinya, aku tau aku bajingan. Aku sadar yang kuperbuat adalah menyia-nyiakan seorang yang ternyata sangat mencintaiku, menyia-nyiakan seorang yang ternyata juga sangat kucinta.
Bukankah sudah beribu maaf, sudah berkali ku katakan maafkan aku. Sudah kukatakan penyesalan itu, tidakkah semuanya terlambat?
Aku hanya mencari cara, agar aku terbebas dari perasaan kurang ajar ini. Aku lelah. Kamu seperti mengutukku, membuatku merasa berdosa selamanya. Aku ingin terbebas, sayang. Tak apa bila aku tidak memilikimu. Tak apa perkara kamu sampai mati bersamanya. Tak apa bahkan bila kamu benar-benar membenciku. Tak apa bilapun selamanya perasaanku hanya bertepuk sebelah. Asal tidak maafku. Aku mohon jangan abaikan maafku.
Aku perlu maafmu. Lalu aku kan memaafkan diriku sendiri.
Tolong jangan senyum dan berdiam, lalu pergi begitu saja. Aku tahu kamu sibuk dengan masa depan dan kebahagiaanmu. Aku tahu wanitamu banyak menyita waktu. Aku tahu banyak maaf sudah pernah kau berikan padaku dulu.
Tapi kumohon maafkan aku, sekali lagi, dan tak apa bila untuk yang terakhir kali, maafkan aku.
Aku lelah, demi Tuhan aku lelah.

Banjarbaru, 14 Mei 2015
AMODISTY

0 komentar
Label:

Terimakasih, Ka.

Akhirnya kita tiba di akhir cerita.


Terimakasih telah bermain dalam drama ini. Terimakasih tak pernah bosan. Terimakasih untuk menjadi yang selalu ada. Terimakasih juga sebagai yang tidak mungkin dimiliki.


Akhirnya kisah ini usai. Persahabatan ini menemui titik jenuh. Setelah sebuah jujur tersampaikan, setelah bertahun-tahun kita jalani dengan bahagia. Persahabatan yang seperti tidak ada habisnya, ternyata menyerah di sini. Persahabatan yang terasa selamanya, ternyata harus mati. Mungkin bagimu ini akan baik-baik saja, aku juga selalu berdoa demikian. Tapi bagaimana? Aku ternyata tidak cukup kampret seperti yang kau kenal, aku tidak sebaik-baik itu. Tidak sebaik-baik kamu.


Bagaimana bisa? Aku yang sanggup menghapus airmata tiga tahun lalu. Aku sanggup melupakan kenyataan bahwa aku bisa menangis setelah tiga tahun lalu. Lalu dimulai malam tadi, kedua pelupuk ini tak bisa bertahan tetap kering. Bagaimana bisa? Aku yang katamu perempuan paling brengsek yang pernah ada, akhirnya menyerah dan menangis yang juga karenamu. Lihat, siapa yang brengsek sekarang?


Sungguh, aku juga tidak mau ada airmata. Aku tidak mau menangis karenamu. Karena kamu tidak pernah menyakitiku, kamu tidak sebrengsek itu. Sungguh, kamu sahabatku. Kamu salah satu alasan aku bertahan di kota ini. Kamu alasan aku ingin berbahagia lebih lama di sini. Kamu alasan aku bisa melupakan luka-lukaku.


Tapi mengapa? Mengapa pada akhirnya justru kamu penyebab hujan di saat-saat terakhir? Mengapa aku sebodoh ini? Mengapa kita setolol ini? Mengapa harus mengatakannya setelah lama ada dia? Setelah kalian bersama dan kamupun mencintainya. Mengapa harus kamu katakan sekarang? Mengapa harus tetap kau katakan meskipun semuanya lebih dari terlambat!


Harusnya tidak perlu ada kejujuran. Harusnya kamu tidak perlu mengakuinya! Bahwa pernah ada perasaan yang sama yang pernah aku rasakan. Bahwa jenis rinduku pernah kau balas. Dan katamu aku adalah yang pertama?


Omong kosong.


Aku tidak ingin mempercayainya. Aku benci mendengarnya. Tapi itu semua kamu yang mengatakan. Itu semua keluar dari mulutmu. Orang yang kupercaya. Orang yang kusayang. Sahabatku.


Tapi kamu pun tahu, semua ini tidak berarti apa-apa lagi sekarang. Semuanya terlalu terlambat. Perasaan kita telah habis dimakan jaman, mati ditelan waktu. Bahkan ia tak cukup sanggup berlari mengejar pesawatmu.Ini semua tinggal omong kosong yang tidak bisa kulupakan. Yang hanya akan kusesali, sejak semalam dan akan selamanya.


Kamu tidak akan kulupa.

Entah bahagia atau luka yang mendiami hati ini. Aku tahu aku bahagia, pernah dicintai olehmu, pun yakin setidaknya kamu masih mencintaiku sebatas teman dekat. Tapi maaf aku juga tidak bisa menolak luka.


Ini betul-betul menyakitkan.


Sekarang maaf. Maaf mungkin aku membuat luka dan kecewa. Maaf tidak bisa menjadi sahabat yang baik. Maaf untuk perasaan ini. Atau mungkin juga... maaf telah hadir di hidupmu.


Karena pada akhirnya, aku tahu hanya akan ada dia.


Baiklah, kita benar-benar tiba di akhir cerita? Terimakasih untuk perannya. Terimakasih telah sudi bermain dalam drama ini. Terimakasih tak pernah bosan. Terimakasih untuk menjadi yang selalu ada. Terimakasih juga sebagai yang tidak mungkin dimiliki,


terimakasih juga sebagai yang tidak mungkin dimiliki,


terimakasih juga sebagai yang tidak mungkin dimiliki.


Aku berdoa kamu selalu bahagia, dimanapun dan dengan perempuan seperti apapun. Aku yang paling ingin kamu bahagia. Aku yang paling berdoa Tuhan selalu menerangi jalanmu.


Dan seperti katamu, entah kapan dan di mana, aku berdoa semoga Tuhan mengizinkan sekali lagi pertemuan, entah dengan kisah yang bagaimana.


Sampai jumpa di lain cerita, Ka.


Yang selalu merindukan, Modisty.



Banjarbaru, 11 Juni 2015.

0 komentar
Label:

Sebelum atau Sesudah Hujan

Salahkah bila menyayangi lebih dulu?
Menyimpan perasaan lebih dulu, dan menyadari sepenuhnya bahwa aku wanita? Salahkah memiliki rasa cinta yang tidak pada waktunya? Bukannya cinta tidak mengenal apapun? Bukannya ia boleh dimiliki siapa saja? Ia bahkan tidak bertanya apakah aku laki-laki atau perempuan, kan?
Bila ini semua mengenai luka dan resiko lainnya, coba biar menjadi urusanku saja.
Tapi mengenai ini tidak bercanda. Ini. Suatu perasaan yang mungkin tak masuk di akal. Perasaan yang salah kutempatkan. Yang terlambat kusadari, untuk bisa kucegah dan kubunuh lebih awal.
Maksudku, ini telah lama. Tepatnya, jauh lebih lama sebelum aku menyadarinya. Aku tidak tahu kapan datangnya. Sebelum atau sesudah hujan. Atau di musim panas. Atau juga di musim aku malas makan dan malas bicara. Atau dia datang dari pertama tangan kanan ini menjabat tangannya? Dari kali pertama bibir ini tersenyum padanya? Atau satu detik setelah kami saling menyebutkan nama? Benarkan sudah selama itu? Sudah separah itu?
Tapi dia sahabatku.
Padahal aku tahu, sudah lama ada dia. Bersamanya ada dia. Padahal mereka sudah saling menemukan. Padahal aku yang turut mempertemukan.
Kini semuanya jelas.
Kini semuanya justru terasa lebih menyakitkan. Lebih baik aku tidak usah menyadarinya, jadi tak perlu repot-repot memikirkan apakah ia juga menyimpan hal yang sama. Lebih baik aku tidak usah tahu, jadi tak usah sibuk membayangkan betapa bahagianya bila rinduku dibalasnya.
Karena aku terlalu takut untuk berbicara. Aku terlalu takut pada sebuah jujur yang nanti akan memungkinkan beberapa hal  menyeramkan.
Akan ada yang hancur. Akan ada yg hilang.
Aku bahkan takut memikirkan kemungkinan aku atau dia yang akan pergi duluan.
Karena pasti perasaan ini butuh untuk disambut. Rindu ini perlu menuntut. Mereka bukan lagi anak bawang yang akan diam dan bersembunyi saja. Mereka menginginkan tuan, yang tidak bisa aku berikan.
Maaf, sepertinya kalian harus tetap berdiam diri.
Maaf, aku tidak ingin merusak apa-apa.
Maaf, karena dia sahabat.
Maaf, dia hanya akan tetap menjadi sahabat.
Maafkan aku, perasaanku.
Banjarbaru, 4 Juni 2015
AMODISTY.

0 komentar
Label:

FCKDOFF.

Aku rasa, sampai saat ini aku hanya benar-benar bersahabat dengan Tuhan. Sejauh ini hanya aku dan dia percakapan ini bermula. Hanya pada-Nya bibir ini berucap tanpa suara. Mata ini menangis tanpa titikan airmata. Senyum ini memudar di balik jutaan tawa. Hanya pada-Nya nafasku mengaku kalah. Gengsiku tak berlaku, harga diri ini mati kutu.

Dia paham mengapa jari-jari ini tak berhenti menuliskan satu nama yang sama. Otak ini memikirkan satu bayangan yang sama. Lagu yang berputar tak jua beda. Serta puisi, yang masih itu-itu saja.


AMODISTY.

0 komentar
Label:

Omong Kosong Kesekian Kalinya

Saya hampir habis akal. Mencintaimu tidak seiseng yang dibayangkan. Bukan lagi perasaan labil bocah sekolah. Bukan lagi patut dipermainkan. Karena segala sesuatunya berujung pada namamu. Nada-nada, lagu cinta, sajak lama, puisi sederhana, bahkan kisah cinta beberapa teman selalu saya kaitkan dengan kamu. Saya bosan seperti ini terus. Sudah 365 hari yang hampir keempat kalinya, kaki saya bahkan masih menginjak bumi yang sama. Saya tidak takut ditertawakan, karena tidak mungkin lelucon semenyakitkan ini. Tidak mungkin lelucon mampu mematahkan hati berkali-kali.


Lalu apa namanya? Haruskah saya menyerahkan diri pada arus? Tanpa curiga ia akan menghanyutkan hingga menenggelamkan saya?


Tapi saya terlalu lelah untuk melawan. Karena ini bukan kali pertama. Kamu seperti omong kosong yang terlanjur saya iyakan. Kamu bedebah yang saya sayangkan.


Bagaimana bila ternyata jodoh terlalu jauh untuk kita berdua? Lalu apa artinya semua ini?


Tolong Tuhan, saya ini hamba, bukan boneka atas ia.



Banjarbaru, 6 Maret 2015


AMODISTY.

0 komentar
Diberdayakan oleh Blogger.